Jakarta - Selama tahun 2010 tidak banyak kebijakan publik, baik Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres)/ Peraturan Presiden (Perpres),
Keputusan Menteri (Kepmen)/ Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda), Keputusan Gubernur/ Peraturan Gubernur dsb yang benar-benar berpihak pada publik. Yang ada semua kebijakan itu membuat publik bingung, panik dan tidak nyaman sebagai warga negara.
Pemerintah sebagai regulator, sepanjang tahun 2010 penuh dengan keragu-raguan. Jarang sekali ada keputusan pemerintah di tahun ini yang membuat publik nyaman dan tenang hidup di Republik ini. Mulai dari tingkat lurah sampai presiden semua menjadi peragu. Pekerjaan mereka untuk membuat aturan, melaksanakan dan menindak pelanggar aturan belum berjalan dengan baik. Akibatnya kehidupan kita berbangsa dan bernegara jalan di tempat.
Puluhan bahkan ratusan kebijakan yang dikeluarkan baik oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah sejak 2004, seperti UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU No 23 tahun 2007 tentang Kereta Api, Perda Pemda DKI No 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dan sebagainya. Namun tidak satu pun yang benar-benar efektif berjalan. Pertanyaannya mengapa?
Kemungkinan banyak hal yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak berjalan sesuai rencana. Pertama, pada tahap awal regulator tidak melakukan komunikasi yang intens dengan publik terkait rencana pembuatan sebuah kebijakan. Kedua, dalam pembahasannya menggunakan pendekatan politik bukan kebutuhan nyata publik. Ketiga, regulator tak kunjung membuat peraturan pelaksanannya. Keempat, dalam pelaksanaannya tidak dilakukan sosialisasi, monitoring/ evaluasi dan penegakan hukum. Kelima terlalu banyak partai politik yang berisi politisi tidak matang yang potensi mengacaukan proses pembuatan dan implementasi kebijakan publik.
Selain kelima alasan di atas, bisa jadi juga sebuah kebijakan publik tidak efektif pelaksanaannya karena pendekatannya adalah proyek, bukan program. Berapa banyak saya bisa mendapatkan honor karena membahas rancangan kebijakan tersebut? Berapa lama saya bisa menginap di hotel berbintang atau melakukan perjalanan nyata maupun fiktif karena membahas rancangan kebijakan tersebut? Itu merupakan beberapa pikiran dari para regulator atau anggota parlemen saat ditugasi membuat kebijakan.
Kilas Balik Pelaksanaan Kebijakan Publik 2010
Masih ingat bagaimana kasus Bank Century dimainkan oleh para politisi dan birokrat tanpa ada keputusan yang memuaskan publik, padahal disitu jelas telah terjadi pelanggaran kebijakan publik. Kemudian bagaimana Perda DKI No 8 tahun 2007 tidak bisa kunjung dilaksanakan sampai hari ini, khususnya yang terkait dengan larangan merokok, larangan memberikan uang pada pengemis dsb.
Bagaimana UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan belum bisa diberlakukan secara baik, misalnya pasal melarang kendaraan langsung belok kiri saat lampu menyala merah, larangan berhenti di kotak kuning diperempatan jalan, larangan pejabat non VVIP menggunakan pengawalan di jalan raya (kecuali Presiden dan Wakil Presiden), dan sebagainya. Bagaimana UU No 23 tahun 2007 tentang Kereta Api yang sampai ini tidak dapat memberikan kejelasan pada konsumen kereta api kelas ekonomi tentang penetapan besarnya tarif.
Kebijakan publik tentang Keterbukaan Informasi Publik melalui UU No 14 tahun 2008 juga belum bisa dikatakan berpihak pada publik. Buktinya permintaan teman-teman Indonesia Corruption Watch (ICW) agar pihak Kepolisian membuka rekening gendut perwira tinggi Polri yang patut diduga melakukan korupsi juga belum bisa dilaksanakan. Padahal UU tersebut memerintahkan semua badan publik, seperti Kepolisian, untuk membuka semua akses informasinya demi kepentingan publik.
Persoalan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi Informasi, ingin menurunkan tarif interkoneksi ternyata juga belum berpihak pada publik karena penurunannya tidak signifikan. Meskipun regulator komunikasi merupakan lembaga publik tetapi mereka tidak juga membuka informasi terkait dengan perhitungan penurunan tarif interkoneksi ke publik.
Persoalan lain yang sempat ramai jadi perdebatan publik di tahun 2010 adalah masalah meledaknya gas LPG yang berasal dari tabung ukuran 3 kg dan menimbulkan banyak korban. Kejadian tersebut berawal dari kebijakan yang diputuskan tanpa ada studi yang mendalam terhadap dampak konversi minyak tanah ke LPG, khususnya studi dampak sosial dan budaya untuk mengantisipasi berubahnya tata cara memasak dengan kompor yang berbeda sumber energinya.
Bagaimana Peran Publik Mendatang?
Publik harus selalu mengingatkan, menagih dan menuntut pemerintah sebagai regulator supaya Pemerintah taat pada kebijakan yang mereka buat. Pemerintah di tahun 2011 harus dapat menjamin kenyamanan berbangsa dan bernegara bagi publik di Indonesia melalui kebijakan yang kondusif.
Di tahun 2011 publik harus lebih agresif mengontrol pemerintah meskipun banyak LSM di Indonesia pasca Pemilu 2004 mati suri dan kehilangan arah karena selain minimnya dana humanitarian asing yang masuk juga karena berpindahnya para aktivis LSM ke partai politik. Biasakan publik melakukan tuntutan hukum kepada pemerintah, jika pemerintah melakukan pembiaran yang merugikan publik. Biasakan publik melakukan debat hukum di lembaga pengadilan dan biarkan lembaga pengadilan menetapkan siapa salah dan siapa benar. Jangan hanya berdemonstrasi yang melelahkan.
Kesimpulan saya di tahun 2010 ini, rapor pemerintah di sektor kebijakan publik masih merah tetapi peran masyarakat sudah cukup baik. Contohnya dengan melakukan advokasi yang terukur, publik bisa memaksa pemerintah (Kementrian ESDM) untuk mengeluarkan kebijakan harga jual bahan bakar gas untuk transportasi di Jakarta (Kepmen ESDM No 2932 K/12/MEM/2010) dan pemanfaatan gas bumi untuk bahan bakar gas yang digunakan untuk transportasi (Permen ESDM No 19 tahun 2010).
Begitu pula adanya somasi dan tuntutan advokat publik pada tahun 2010 ini terkait penurunan tarif interkoneksi, kenaikan passenger service charge (PSC) penumpang penerbangan dan sebagainya, merupakan contoh pula bagaimana publik sudah melek hukum dan hidup di negara demokrasi seperti Indonesia. Salam.
Agus Pambagio-detiknews
*) Agus Pambagio adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.
0 komentar:
Posting Komentar